Minggu, 28 November 2010

Kisah penampakan Maria di Guadalupe dan tilma Guadalupe, tahun 1531

Pada dini hari tanggal 9 Desember 1531, sehari setelah pesta Maria Yang Dikandung Tanpa Noda,
di suatu tanah luas disebelah utara kota Meksiko, seorang sedang berjalan sendirian menuju Misa pagi.
Juan Diego, yang nama aslinya adalah Elang Bernyanyi, seorang pria berumur 57 tahun dari suku Aztec dan telah dibaptis.

Dia tinggal 8 kilometer diluar kota Meksiko, di kampung Tolpetlac. Juan tinggal sendirian, dia sangat dekat dengan pamannya yang sangat dikasihinya.
Pamannya, Juan Bernardino, telah menjadi figur ayah baginya selama ini, dia telah tua renta. Sekarang giliran Juan Diego untuk menjaganya.
Setiap hari Juan Diego mengunjungi rumah pamannya untuk mengurus pamannya dan menengok tanaman di kebun.

Tetapi pada hari Sabtu yang dingin itu, Juan Bernardino tidak melihat keponakannya datang.
Juan Diego telah meninggalkan desanya pagi-pagi sekali untuk menghadiri Misa pagi dalam memperingati Bunda Maria.
Gerejanya terletak di desa Tlaltelolco dan para Imam disana selalu menekankan pentingnya untuk datang ke Misa Kudus sebelum dimulai,
dan memanggil satu-persatu nama-nama orang yang sudah dibaptis sebelum Misa Kudus dimulai.

Ketika berlari-lari melewati perbukitan seperti biasanya, Juan Diego menghentikan langkahnya tiba-tiba karena mendengar suara yang diduganya adalah suara burung.
Ini sangat membuatnya terheran-heran karena pada bulan sekian, semestinya semua burung-burung sudah bermigrasi ke wilayah yang lebih hangat.
Agaknya suara kicauan itu begitu tajam dan mengejutkan... sesuatu yang tidak dapat diabaikan.
Serentetan nada yang serasi datang dari bukit kecil yang tandus yang disebut Tepeyac dimana dulunya disana berdiri suatu kuil bagi Bunda Dewi yang dipuja oleh suku Aztec.

Sekonyong-konyong suara musik itu berhenti diisi dengan keheningan, lantas terdengar suara seorang wanita yang memanggil-manggil namanya:

"Juan! Juan Diego! Juanito! Juan Dieguito!"

Siapapun orangnya, panggilan itu membuatnya sangat terdorong untuk menemui orangnya. Dia berlari ke puncak bukit dan baru setibanya dia disana dia melihat sesuatu.
Seorang gadis Meksiko muda yang berusia sekitar 14 tahun dengan kilauan keemasan yang terpancar dari sekujur tubuhnya dari kepala sampai ke kaki.
Segala pancaindera Juan Diego terliputi seolah dunia telah menghilang dan yang ada hanyalah penglihatan akan gadis muda yang sangat cantik dan suaranya.
Gadis itu berbicara kepadanya dalam bahasa asli Aztec:

"Nopiltzin, campa tiauh?" Demikian gadis itu berkata "Juan, anakku yang paling kecil mungil, hendak kemana engkau pergi?"

Juan menjawab, "Bunda dan puteri, aku sedang bergegas ke Tlaltelolco untuk menghadiri Misa Kudus dan mendengarkan Injil."

Wanita itu lantas berkata:
"Puteraku yang baik, aku mengasihimu. Aku ingin engkau tahu siapa aku. Aku adalah Maria Perawan Abadi, Bunda Allah yang sejati yang memberi hidup dan memeliharanya.
Dia menciptakan segala hal. Dia ada di segala tempat. Dia adalah Tuhan dari langit dan bumi.
Aku menginginkan sebuah teocali (=kuil atau gereja) di tempat ini dimana aku akan menunjukkan belas kasihku kepada kaummu
dan kepada semua orang yang dengan tulus hati meminta pertolonganku dalam kerja dan kesulitan mereka.
Disini, aku akan melihat air mata mereka. Aku akan menghibur mereka dan mereka akan merasakan kedamaian.
Oleh karena itu sekarang pergilah ke Tenochtitlan (=Kota Meksiko) dan katakan kepada Bapa Uskup semua yang telah kamu lihat dan dengarkan."

Juan menjatuhkan diri berlutut keras-keras diatas batu cadas ketika sang Perawan mengatakan kepadanya siapa dirinya, akan tetapi meski demikian dia tidak merasakan sakit sedikitpun.
Dia menyungkurkan dirinya di kaki Bunda Maria dan menjawab:

"Bunda yang mulia, aku akan melakukan apapun yang engkau titahkan kepadaku!"
Maka berangkatlah dia. Sembari berlari-lari menuruni bukit, terpikirkan olehnya bahwa apa yang diminta oleh Bunda Maria bukanlah suatu perkara kecil.
Pertama-tama jarak yang ditempuh sekitar 8 kilometer cukup melelahkan bagi seorang yang sudah berusia 57 tahun.
Selain itu, terpikirkan juga apa yang mungkin akan dilakukan oleh para tentara dan tukang pukul Spanyol yang melihat dirinya orang miskin papa yang hina, yang berani datang ke kota besar.
Ditambah lagi masalah mencari tempat tinggal sang Uskup, karena dia sama sekali tidak tahu dimana letaknya.
Setelah melalui berbagai kesulitan, akhirnya Juan Diego berhasil menemukan tempat sang Uskup, dan setelah diperlakukan secara kasar oleh para pelayan,
dia akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam untuk menemui sang Uskup.

Uskup Don Fray Juan de Zumarraga sebetulnya baru terpilih dan belum dikonsekrasikan sebagai Uskup.
Tetapi dia telah melakukan banyak hal terutama mengurangi perlakuan kasar para Konquistador (penakluk) Spanyol, terhadap orang-orang suku Indian, dan beliau sangat dihormati.
Dia menemui Juan Diego setelah waktu yang cukup lama, karena dia sendiri baru diberi tahu tentang kedatangan Juan setelah tertunda waktu yang lama.
Agaknya seseorang akhirnya memutuskan untuk memberi tahu sang Uskup mengenai orang dusun yang sedang menunggu-nunggu kehadirannya dengan sebuah pesan
yang hanya boleh disampaikan kepada bapa Uskup pribadi. Dengan sopan bapa Uskup mendengarkan kisah yang dituturkan oleh Juan lewat seorang penterjemah,
dan beliau terkesan oleh ketulusan dan kerendah-hatian Juan Diego. Dia menanyakan Juan sejumlah pertanyaan,
dan puas akan kenyataan bahwa Juan adalah seorang yang telah mendapat katekis yang baik. Tetapi pesan yang dibawa
oleh Juan menyangkut permintaan mendirikan sebuah bangunan gereja di tengah-tengah tanah tandus sulit untuk diterima akal sehat.
Dia mengatakan kepada Juan bahwa dia akan memikirkannya dan bahwa mereka akan melanjutkan percakapan nantinya.

Hari sudah malam ketika Juan mencapai tanah tandus di bukit dimana dia melihat Bunda Maria menampakkan dirinya,
dan dia sangat lelah dan lapar, karena telah berpuasa sejak matahari terbenam sehari sebelumnya.
Bahkan mungkin dia juga sangat sedih karena misinya gagal. Setelah mendaki bukit itu, dia terkejut melihat Bunda Maria berada disana sedang menunggunya.
Bunda Allah telah menunggunya selama ini sendirian di atas bukit tandus itu! Dia menjatuhkan dirinya berlutut dan berkata:

"Bunda dan Ratu yang baik, aku melakukan titahmu. Aku memberitahukan kepada Bapa Uskup tentang segala hal yang telah kulihat dan kudengar disini.
Dia mendengarkan, dan menanyakan banyak pertanyaan, tetapi aku yakin bahwa beliau tidak percaya segala hal yang kukatakan.
Dia berpendapat bahwa aku telah salah sangka tentang keinginanmu untuk sebuah bangunan gereja disini, dan bahkan tentang siapa sebenarnya yang aku lihat dan bercakap-cakap disini.
Dia berbaik hati memberi ijin kepadaku untuk menemuinya kembali, tetapi aku khawatir bahwa aku tidak bisa berbuat lebih jauh.
Aku tidak layak menerima kepercayaanmu dengan pesan yang penting itu. Mohon kirim orang lain yang lebih layak, karena aku bukan siapa-siapa.
Maafkan keterus-teranganku dalam menasihatimu."

Sang Perawan Maria berkata:
"Dengarkan putera mungilku. Ada banyak orang lain yang bisa aku kirim. Tetapi engkaulah yang aku pilih untuk menjalankan tugas ini.
Maka esok pagi berangkatlah kembali menemui Bapa Uskup. Katakanlah kepadanya bahwa Perawan Maria-lah yang mengirim engkau,
dan ulangi permintaanku untuk mendirikan sebuah gereja di tempat ini."

"Aku akan melakukannya dengan rela," Juan menjawab, "tetapi aku khawatir Bapa Uskup tidak akan senang melihat aku kembali secepat ini.
Dan kalaupun dia senang, dia mungkin tetap saja tidak akan percaya bahwa engkaulah sungguh-sungguh yang mengutus aku.
Tetapi aku adalah pelayanmu dan akan menuruti segala kehendakmu. Esok aku akan kembali ke sini untuk memberitahukan hasil kunjunganku yang kedua kalinya.
Bunda yang mulia, beristirahatlah sampai nanti."

Pada pagi hari berikutnya Juan bangun pagi-pagi sekali dan pergi ke Misa Kudus, dan setelah Misa selesai dia melanjutkan perjalanan ke kota Meksiko.
Agaknya setelah dimarahi akibat sikap kasar mereka sehari sebelumnya, kali ini para pelayan membolehkan dia langsung menemui Uskup.
Sang Uskup sangat terkejut melihat dia datang kembali begitu cepatnya, dan begitu pagi-pagi sekali, tetapi dia mendengarkan dengan sabar dan baik hati, cerita itu untuk kedua kalinya,
dan betapa besar keinginan sang Perawan agar sebuah gereja didirikan di atas bukit. Agaknya surga telah memenuhi pikiran sang Uskup,
sehingga dia mulai percaya bahwa Juan tidak salah paham ataupun membuat-buat cerita ini. Dia membutuhkan suatu bukti. Tetapi bukti apa?

Dengan agak ragu-ragu, karena tidak ingin menimbulkan kesan bahwa dia mempertanyakan motivasi Bunda Surgawi,
dia meminta Juan untuk menyampaikan kepadanya bahwa dia dengan rendah hati meminta suatu tanda yang akan menjadi bukti bahwa
sungguh-sungguh Bunda Maria sendirilah yang membuat permohonan ini.
Juan merasa lega hatinya karena setidaknya kali ini dia mendapat suatu kemajuan karena dia tidak segera dikirim pulang kali ini,
dan dia melanjutkan kembali ke bukit seperti yang telah dia janjikan sebelumnya.

Setibanya disana, sekali lagi karena melihat sang Perawan telah berada disana menunggunya, dia segera berlutut
dan mengatakan kepadanya bahwa bapa Uskup telah menemuinya dan mendengarkan dengan lembut, tetapi bahwa dia meminta sebuah tanda sebelum gereja bisa dibangun.
Dengan kesabaran seorang ibu, Maria mendengarkan, dan bukannya merasa tidak senang, malah beliau agaknya senang. Dia berkata:

"Baiklah, putera kecilnya. Kembalilah besok saat menjelang fajar. Aku akan memberimu suatu tanda baginya.
Engkau telah mendapat banyak kesulitan karena permintaanku, dan aku akan memberimu upah oleh karenanya. Pergilah dalam damai dan beristirahatlah."

Bukannya pulang ke rumah, Juan langsung pergi menemui pamannya.
Dia terkejut setibanya disana, karena mendapatkan pamannya telah terinfeksi penyakit demam yang menular dan mematikan yang telah sering dilihat oleh Juan.
Dia tidak beristirahat, malahan melakukan segala hal yang bisa dilakukannya untuk mengurusi paman yang sedang menderita sakit keras.
Sepanjang malam itu, siang hari berikutnya, dan malam hari berikutnya, Juan menunggui sang paman disamping ranjangnya.
Pada hari Selasa pagi, kondisi Juan Bernardino memburuk, dan dia tahu bahwa dia mungkin tidak dapat bertahan bahkan sehari lagi.
Dia meminta keponakannya untuk memanggil seorang imam supaya dia dapat menerima Sakramen Pengurapan orang sakit.
Juan Diego akhirnya mengalah, dan meskipun dia sesungguhnya tidak ingin meninggalkan pamannya sendirian meregang maut,
dia menyadari bahwa mungkin ini satu-satunya hal yang bisa dilakukan bagi pamannya.

Untuk memanggil seorang imam, Juan harus pergi ke Tlaltelcolco. Untuk pergi ke Tlaltelcolco, dia harus pergi memutari wilayah bukit Tepeyac.
Karena dia telah melihat Bunda Maria di sisi barat, maka kali ini dia akan pergi melintasi sisi timur dengan harapan supaya Bunda Maria tidak melihatnya dan lantas membuatnya tertunda,
karena setiap saat adalah waktu yang berharga demi mendapatkan Sakramen Pengurapan bagi pamannya.
Begitu besar rasa kasihnya kepada sang paman, sehingga dia lebih rela menunda bertemu dengan Bunda Maria demi untuk mengurusi keperluan pamannya!
Tetapi dia baru saja akan melintasi sisi timur ketika dia melihat Bunda Maria menuruni bukit.

Sewaktu berjalan menemui Bunda, pasti rasa malunya luar biasa besarnya. Untuk menyembunyikan perasaannya, seperti seorang anak kecil,
Juan Diego mencoba untuk merubah topik pembicaraan. Dengan Juan berlutut dihadapannya, Bunda Maria bertanya, "Puteraku yang mungil, ada masalah apa?"
Juan menjawab dengan sembarangan, "Bunda! Mengapa engkau bangun begitu pagi-pagi sekali? Apakah engkau baik-baik saja?"
Menyadari kebodohannya, segera dia meminta maaf, "Maafkan aku. Pamanku menjelang ajal karena demam cocolistle
dan memintaku untuk memanggil seorang imam untuk memberikan Sakramen Pengurapan kepadanya.
Bukan janji kosong belaka yang kuucapkan bahwa aku akan menemuimu kemarin pagi dan membawa tanda yang akan engkau berikan kepada bapa Uskup. Tetapi pamanku sakit keras."

Dengan tersenyum, Maria menjawab, "Puteraku yang mungil. Jangan khawatir dan terbeban. Bukankah aku ini adalah ibumu? Tidakkah engkau berada dalam perlindunganku?
Pamanmu tidak akan meninggal saat ini. Pada saat ini juga kesehatannya telah pulih. Tidak ada gunanya engkau melanjutkan perjalananmu,
dan dengan hati damai engkau bisa melakukan permintaanku. Pergilah ke puncak bukit; potonglah bunga-bunga yang tumbuh disana dan bawalah kepadaku."

Bunga-bunga? Tidak mungkin ada bunga-bunga yang tumbuh pada saat ini di akhir tahun di bukit yang dingin beku itu!
Akan tetapi tidak mungkin juga kesehatan pamannya bisa pulih dalam sekejap.
Oleh karena itu Juan Diego tidak lagi bertanya-tanya dan langsung naik ke puncak bukit menuruti petunjuk Bunda Maria.
Di atas puncak bukit dilihatnya suatu pemandangan yang tidak dapat dipercaya. Bunga-bunga mawar!!! Bunga Mawar Kastilian (dari Spanyol) !
Dia memotong tangkai bunga-bunga tersebut, lantas untuk melindungi dari angin dingin, dia meletakkannya di dalam tilma yang dipakainya.
Tilma adalah semacam jubah khas Indian yang dipakai di bagian depan dan seringkali digunakan untuk membawa benda-benda.
Dengan berlari-lari dia menuruni bukit dan menemui sang Perawan dan berlutut didepan Bunda Surgawi.

Maria tidak puas dengan cara bunga-bunga tersebut diletakkan di dalam tilma dan dengan cermat dia mengatur setiap tangkai bunga dengan kedua tangannya,
dan kemudian menyimpulkan kedua ujung tilma supaya isinya tidak tertumpah.

Lalu dia berkata, "Engkau lihat, putera kecil, ini adalah tanda yang aku kirim kepada Uskup.
Katakan kepadanya bahwa sekarang dia mendapatkan tanda yang dimintanya, maka dia harus membangun gereja yang kuminta di atas tempat ini.
Jangan biarkan orang lain kecuali dirinya melihat apa yang engkau bawa. Peganglah kedua sisinya sampai engkau tiba di hadapannya
dan selesai menceritakan tentang bagaimana aku mencegat engkau dalam perjalananmu untuk memanggil seorang imam untuk memberikan Sakramen Pengurapan kepada pamanmu,
dan betapa aku meyakinkanmu bahwa dia telah pulih sepenuhnya dan selanjutnya mengirimmu ke atas bukit untuk memotong bunga-bunga mawar ini,
dan aku sendiri yang mengaturnya seperti ini. Ingatlah, puteraku yang mungil, bahwa engkau adalah dutaku yang kupercaya,
dan kali ini bapa Uskup akan percaya apa yang engkau ceritakan kepadanya."

Saat itu adalah untuk terakhir kalinya Juan Diego melihat atau mendengar Bunda Maria sepanjang sisa hidupnya di dunia.

Dengan memegang erat-erat bawaannya yang berharga, Juan tiba di tempat tinggal bapa Uskup.
Meskipun dia berusaha menyembunyikan apa yang dibawanya di balik tilmanya, akan tetapi wangi mawar surgawi yang menyengat memenuhi udara disekitarnya.
Para pelayan membolehkan dia masuk, tetapi mereka menjadi sangat ingin tahu akan apa yang dia bawa, tertama setelah mencium wangi harum bunga mawar.
Merekapun mulai mendesak-desak Juan untuk memberitahukan apa yang ada di balik tilmanya, dan beberapa bunga menjadi tampak kelihatan.
Ketika para pelayan menyentuh mawar-mawar tersebut, mereka berubah rupa dan lenyap.
Keributan yang ditimbulkannya membuat sang bapa Uskup datang bergegas untuk melihat apa yang terjadi.

Melihat Juan untuk kesekian kalinya dan kembali begitu cepatnya tentu membuat sang Uskup menjadi lelah berurusan dengan orang dusun yang sederhana ini,
dan dia segera menyuruh Juan Diego untuk masuk ke ruangannya, bersama-sama beberapa pengurus rumah tangga sang Uskup.
Berdiri di hadapan Uskup, dia tidak berani berlutut karena khawatir bunga-bunganya akan tertumpah keluar sebelum dia selesai menceritakan kisahnya
seperti yang telah diperintahkan oleh Bunda Maria. Juan kembali menceritakan apa yang telah dilihatnya dan didengarnya.
Setelah dia selesai, Juan membuka simpul-simpul pada tilmanya dan menumpahkan bunga-bunga yang telah diatur secara hati-hati tersebut ke atas lantai.
Hanya dalam waktu beberapa detik, bapa Uskup bangkit dari kursinya dan berlutut di depan kaki Juan Diego. Juan berpikir, "Apa-apaan ini?"
Tetapi bukan dia yang membuat bapa Uskup dan orang-orang itu berlutut,
tetapi bahwa Bunda Maria telah menyatakan rupanya dalam gambar yang muncul pada tilma yang dikenakan oleh Juan Diego.
Gambar yang muncul secara mukjijat pada tilma Juan Diego adalah rupa Maria yang sama persis ketika dia menampakan dirinya kepada Juan Diego.
Sekarang rupa penampakannya yang mulia bisa dilihat oleh semua orang!

Dengan penuh hormat, bapa Uskup membawa gambar tersebut ke kapel pribadinya dan menggantung tilma tersebut di dinding di dekat altar dimana banyak orang berdoa
dan takjub selama berjam-jam. Pada hari berikutnya gambar Bunda Maria tersebut dibawa dalam suatu prosesi yang gegap gempita ke katedral dimana banyak orang datang melihat
dan berdoa di hadapannya. Berita tersebut tersebar dengan cepat dan beribu-ribu orang menunggu berjam-jam untuk mendapat kesempatan melihat secara sekilas mukjijat ini.
Sementara seisi kota merayakan hal itu, sang bapa Uskup, yang sekarang sudah sepenuhnya percaya, menanyakan Juan Diego dimana Bunda Maria meminta suatu gereja dibangun
dan beliaupun berangkat kesana. Meskipun tempat tersebut sama sekali tidak indah, dan tidak lagi ditemui mawar yang sebelumnya tumbuh disana, segala hal ini tidak menjadi soal sekarang.
Semua keragu-raguan sudah lenyap. Bapa Uskup menyuruh Juan Diego untuk menemui pamannya dan dia sendiri lantas memberkati tanah di sana
dan segera bergegas untuk membangun suatu gereja disana.

Sekembalinya Juan ke kampungnya, dia melihat pamannya sedang menikmati sinar matahari di depan rumahnya, sehat seperti sediakala, dan berlari-lari untuk menyongsongnya,
ingin segera menceritakan apa yang terjadi padanya. Akan tetapi pamannya lebih dahulu bercerita bahwa ketika itu dia sangat lemah sehingga untuk minumpun tidak mampu dan
dia merasa kematian sudah diambang pintu. Tiba-tiba seluruh ruangan dipenuhi oleh seberkas cahaya, dan seorang gadis muda yang sangat cantik muncul dan mengatakan
bahwa dia akan sembuh, dan bahwa dia telah mencegat keponakannya, Juan Diego, untuk mengutusnya mengirimkan gambar dirinya kepada bapa Uskup.
Dia lantas mengatakan kepada Juan Bernardino bahwa dia berkeinginan supaya dirinya maupun gambar dirinya disebut dengan sebutan "Santa Maria de Guadalupe."
Setelah dia pergi, sang paman merasakan bahwa dirinya sehat sediakala.

Guadalupe! Betapa Allah mengenal umat-Nya!
Kata ini memiliki makna yang mendalam bagi orang-orang Spanyol.
Guadalupe adalah nama yang diberikan bagi sebuah patung kecil Santa Maria di kota Saracenic, Spanyol, dan adalah patung dimana Columbus pernah berdoa dihadapannya,
di dalam kapalnya yang bernama Santa Maria, sebelum ia berangkat dalam perjalanannya yang legendaris.
Bagi orang Aztec, kata-kata ini juga punya makna yang mendalam.
Meskipun bahasa asli Aztec, Nahuatl, tidak memiliki huruf "G", "D", atau "R", "Santa Malia" - demikian mereka mengucapkan kata "Maria", sangat mereka kenal.

Bernardino kemungkinan besar mengulang kata-kata Bunda Maria sebagai "de Quatlashupe" yang dengan mudah dimengerti oleh orang-orang Spanyol sebagai Guadalupe.
Akan tetapi bagi Bernardino sendiri sebagai seorang suku Aztec, kata yang diucapkan oleh Bunda Maria lebih terdengar sebagai "tetcoatlaxopeuh",
yang punya makna khusus karena artinya tidak lain adalah Ular Batu.
Maria menyatakan bahwa dirinya telah mengalahkan dewa jahat, seekor ular, "Quetzalcoatl", yaitu dewa yang disembah oleh orang-orang Aztec.
Banyak orang telah dipersembahkan nyawanya sebagai kurban bagi dewa ini.
Tidak hanya namanya, bahkan dalam gambar Bunda Maria tersebut, awan, matahari, bintang-bintang, bulan hitam, salib hitam, semuanya ini memiliki makna khusus bagi orang-orang Aztec.
Tetapi mereka menyambut iman Katolik dengan sepenuh hati dan percaya bahwa Bunda Maria telah menaklukkan sang ular.
Meski Gereja Katolik baru saja kehilangan sekitar 6 juta pengikutnya di Eropa karena pecahnya reformasi Prostestan,
tetapi di Amerika sekitar 8 juta orang menerima iman Katolik oleh satu saja penampakan Maria, yaitu Guadalupe.

Gambar Bunda Maria dari Guadalupe yang muncul secara mukjijat tersebut telah menjadi sasaran berbagai penelitian ilmiah.
Pertama-tama patut diketahui bahwa tilma itu terbuat dari serat kasar kaktus yang tidak tahan lama dan semestinya sudah hancur dalam kurun waktu sekitar 20 tahunan.
Akan tetapi tilma yang bergambar Bunda Maria tersebut umurnya sudah nyaris 500 tahun dan kondisinya masih utuh.
Meskipun sekarang dipamerkan dibalik kaca, akan tetapi sepanjang ratusan tahun tilma tersebut dipamerkan secara terbuka,
bahkan ada saat-saat dimana tilma itu dipamerkan di dekat jendela.
Tidak seorangpun bisa menjelaskan bagaimana gambar yang begitu mendetail bisa "dilukis" pada sehelai kain yang anyamannya kasar.
Bagian mata, khususnya pada pupil mata dan warnanya, sangat mendetail sehingga seolah-olah merupakan sebuah foto.
Tidak seorang ahlipun bisa menyebutkan zat warna/cat apa yang dipakai untuk membuat gambar tersebut.
Bahan yang dipakai tidak diketahui asal-usulnya dan hasil analisa kimia juga membingungkan para ahli.

Belum lama ini, riset fotografi NASA (badan luar angkasa Amerika Serikat) menyatakan bahwa pada bagian mata,
tidak hanya warna dan pupil yang tampak nyata, tetapi bahkan pantulan refleksi.
Pada pantulan refleksi itu bisa dilihat gambar orang-orang yang sedang berlutut, sebagian tampak adalah orang-orang suku Indian,
sementara sebagian lainnya berjubah imam. Lebih jauh lagi pantulan refleksi ini muncul dengan cara sedemikian rupa sehingga cocok sepenuhnya seperti layaknya pantulan yang ada pada
mata manusia sungguhan. Riset juga menunjukkan eksistensi saluran dan pembuluh kapiler darah pada mata.
Ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh artis seniman manapun juga.
Tidak mungkin orang bisa melukis sedetail ini, pada bahan yang sekasar itu, dan dengan warna-warni yang tak seorangpun tahu terbuat dari bahan apa.
Kalau hal-hal diatas belum cukup mengejutkan, para ahli astronomi Perancis telah menyatakan bahwa letak bintang-bintang pada mantel Bunda Maria yang berwarna hijau,
cocok sepenuhnya dengan letak konstelasi bintang-bintang di atas langit Meksiko pada bulan Desember 1531!!!

Diatas semua itu,
mukjijat yang terbesar dari penampakannya bukanlah penguatan dari ilmu pengetahuan.
Mukjijat yang terbesar adalah bahwa Maria begitu mengasihi Puteranya, dan para anak-anak spiritualnya di dunia,
sehingga dia memilih seorang Indian yang sederhana untuk mewartakan kabar keselamatan kepada satu benua, dan dengan demikian,
membawa berjuta-juta rakyat asli benua Amerika ke dalam iman Katolik. Kalaupun suatu waktu tilma Bunda Maria dari Guadalupe lapuk dimakan jaman,
mukjijat pertobatan jutaan penduduk asli Amerika yang masuk Katolik akan selalu bersama-sama dengan kita, sampai ke akhir jaman.

Pada tanggal 12 Desember, Gereja merayakan pesta Santa Maria dari Guadalupe.
Meskipun pesta ini bukan pesta yang dirayakan secara universal seperti layaknya pesta Maria Yang Dikandung Tanpa Noda setiap tanggal 8 Desember,
tetapi di berbagai negara pesta Our Lady of Guadalupe adalah suatu pesta yang dirayakan secara besar-besaran.
Gereja juga mengangkat Santa Maria dari Guadalupe sebagai:
Santa pelindung seluruh Amerika, Santa pelindung janin-janin dalam kandungan dan sebagai Santa pelindung Filipina.
Santa Maria dari Guadalupe, doakanlah kami...

Rabu, 17 November 2010

Pagelaran Wayang Orang Pop

Pagelaran Wayang Orang Pop ini dalam rangka penggalangan dana untuk membantu penyelesaian renovasi Rumah Doa/Retret Santa maria Guadalupe - Jakarta

Selasa, 30 November 2010
Jam 20.00
Di Graha Bhakti Budaya
Taman Ismail Marzuki

Harga Tiket:

Rp. 100.000 (balkon),

Rp. 150.000 (Klas I),

Rp. 250.000 (klas II),

Rp. 500.000 (VIP)

Pemesanan tiket hubungi : 8618071