Rabu, 16 Maret 2011

puasa di dalam agama katolik

Pengantar
Umumnya di dalam masyarakat selalu timbul pertanyaan:
apakah bagi orang Kristen juga ada kewajiban puasa seperti para penganut agama lainnya? Bagaimana puasanya orang Kristen dan berapa lama?
Bahkan di kalangan Umat Katolik pun sampai saat ini masih banyak yang mempertanyakan : bagaimana sih sebenarnya puasa Katolik itu?

Puasa Katolik
Puasa untuk umat Kristen Protestan tidak diwajibkan namun untuk umat Kristen Katolik, Gereja secara resmi menetapkan masa Prapaskah sebagai puasa resmi Umat Katolik.
Masa Prapaskah di mulai pada Rabu Abu dan berakhir pada Jumat Agung.
Gereja Katolik memandang perlu berpuasa sebagai ungkapan tobat, dan sekaligus merupakan ulah doa yang hangat.
Terutama untuk mempersiapkan umat untuk menyambut perayaan-perayaan besar khususnya Paskah.
Dalam tradisi Gereja Katolik selama masa prapaskah para katekumen (calon katolik) diharuskan berpuasa sebelum dibaptis, dan umat beriman juga berpuasa untuk mendampingi para katekumen yang akan dibaptis.

Siapa yang dikenakan wajib berpuasa oleh Gereja Katolik?
Yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara delapan belas (18) tahun sampai awal enam puluh (60) tahun.

Kapan waktu berpuasa yang diwajibkan oleh Gereja Katolik?
Gereja menegaskan bahwa selama masa Prapaskah, kewajiban puasa hanya dua hari saja yaitu pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung.

Bagaimana bentuk puasanya?
Gereja Katolik menandaskan bahwa PUASA berarti:    makan kenyang hanya satu kali dalam sehari.
PUASA adalah tindakan sukarela Tidak makan atau tidak minum Seluruhnya, yang berarti sama sekali tidak makan atau minum apapun Atau sebagian, yang berarti mengurangi makan atau minum.
   
Sehingga untuk yang biasa makan tiga kali sehari, dapat memilih
    • Kenyang, tak kenyang, tak kenyang, atau
    • Tak kenyang, kenyang, tak kenyang, atau
    • Tak kenyang, tak kenyang, kenyang
Minum air tidak termasuk soal puasa.
Namun saat sekarang ini lebih ditekankan makan kenyang satu kali sehari.

Selain berpuasa, Gereja Katolik juga mempunyai kebiasaan berpantang.
Umat Katolik wajib berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat sampai Jumat Suci.
Jadi hanya 7 hari selama masa PraPaskah.
Yang wajib berpantang adalah semua orang katolik yang berusia empat belas (14) tahun ke atas.

Contoh berPANTANG :
    • Pantang daging, dan atau
    • Pantang rokok, dan atau
    • Pantang garam, dan atau
    • Pantang gula dan semua manisan seperti permen, dan atau
    • Pantang hiburan seperti radio, televisi, bioskop, film.
Selain Berpantang pada Masa Prapaskah kebiasaan berPantang juga dilakukan setiap Jumat sepanjang tahun, kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan hari raya gerejawi (lih KHK 1251) dan Gereja juga menetapkan pantang selama satu jam sebelum kita menyambut Sakramen Mahakudus.

Berapa lama Gereja Katolik menetapkan Masa Berpuasa dan Berpantang?
Gereja menetapkan puasa resmi Umat Katolik adalah 40 hari selama masa prapaskah (menjelang paskah, masa prapaskah).
Mengapa puasa 40 hari?
Ini mengingatkan kita akan Tuhan Yesus yang berpuasa 40 hari (Mat. 4:2) dan juga bangsa Israel 40 tahun di padang gurun hidup sengsara.

Karena begitu ringannya, kewajiban berpuasa dan berpantang, sesuai dengan semangat tobat yang hendak dibangun, umat beriman, baik secara pribadi, keluarga, atau pun kelompok,
Umat Katolik dianjurkan untuk menetapkan cara berpuasa dan berpantang yang lebih berat. Penetapan berpuasa dan berpantang yang dilakukan diluar kewajiban dari Gereja, tidak mengikat dengan sangsi dosa.
Mengapa?
Berpuasa dan berpantang merupakan suatu ibadah, maka pelaksanaannya tidaklah dapat dipaksakan. Relasi dengan Allah adalah soal keyakinan pribadi dan tidak ada seorang pun yang dapat mengganggu gugat hal itu.
Jika berpuasa dan berpantang dilegalkan atau diwajibkan dalam hukum agama maka, relasi manusia dengan Allah adalah sesuatu yang dapat (bahkan harus) dipaksakan.
Berpuasa dan berpantang berkaitan dengan komitmen maka, jenis dan bentuk berpuasa (mis. Pantang makanan; minum; dan berapa lamanya seseorang harus berpuasa)
ditentukan oleh orang yang hendak berpuasa berdasarkan komitmen pribadinya dengan Tuhan; bukan ditentukan oleh aturan agama.
Melaksanakan Ibadah Puasa dan pantang adalah panggilan, bukan kewajiban. Jadi berpuasa dan berpantang harus dilakukan dalam kondisi sukacita bukan dalam kondisi terpaksa.

Kesalehan atau kerohanian seseorang tidak dapat diukur dengan Puasa dan pantang. Belum tentu orang yang menjalankan puasa lebih saleh atau lebih beriman dari mereka yang tidak berpuasa.
Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi Hukum Taurat (PL) yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan
hukum agama secara ketat (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll), menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat (Yoh. 3:16; Ef. 2:8-10).

Maksud dan tujuan Puasa Katolik
* Secara kejiwaan, Berpuasa memurnikan hati orang dan mempermudah pemusatan perhatian waktu bersemadi dan berdoa.
* Puasa juga dapat merupakan korban atau persembahan.
* Puasa pantas disebut doa dengan tubuh, karena dengan berpuasa orang menata hidup dan tingkah laku rohaninya.
* Dengan berpuasa, orang mengungkapkan rasa lapar akan Tuhan dan kehendakNya. Ia mengorbankan kesenangan dan keuntungan sesaat, dengan penuh syukur atas kelimpahan karunia Tuhan. Demikian, orang mengurangi keserakahan dan mewujudkan penyesalan atas dosa-dosanya di masa lampau.
* Dengan berpuasa, orang menemukan diri yang sebenarnya untuk membangun pribadi yang selaras. Puasa membebaskan diri dari ketergantungan jasmani dan ketidakseimbangan emosi. Puasa membantu orang untuk mengarahkan diri kepada sesama dan kepada Tuhan.

Yesaya dengan jelas memberitahukan umat Israel (Yes. 58) bahwa orang bisa saja tidak melakukan puasa lahir, tetapi yang harus dilakukan adalah melakukan puasa batin, yaitu berpuasa dari kelaliman, menganiaya dan memperbudak orang.
Berpuasa dari mengenyangkan diri sendiri menjadi memberi makan orang lapar, tidak punya rumah, dan yang telanjang (band. Mat. 25:31-46).
Jadi, puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah.
Yesus menekankan bahwa puasa harus dilakukan demi kemuliaan Tuhan semata-mata dan bukan untuk mendapat pujian, pamer atau perhatian manusia ataupun untuk kepentingan pribadi misalnya agar bisa naik pangkat, ataupun ingin lulus ujian.

Masalahnya banyak orang menyalah artikan dengan apa yang tercantum dalam Matius 17:21. Kutipan tersebut seakan-akan apabila kita hanya berdoa saja, doa kita itu kurang afdol dan kurang di dengar oleh Allah.
Banyak orang berpikir melalui tindakan berpuasa dengan sendirinya menjamin bahwa Allah akan mendengar dan mengabulkan seluruh doa kita (Yes 58:3-4)
Untuk menentang ini para nabi menyatakan, bahwa tanpa kelakuan yang benar, tindakan berpuaasa adalah sia-sia (Yes 58:5-12; Yer 14:11; Za 7)

Yang bukan semangat puasa dan pantang Katolik adalah:
* Berpuasa dan berpantang sekedar untuk kesehatan:
Puasa Katolik bukan hanya sekedar diet. Diet : mengurangi makan dan minum atau makanan dan minuman tertentu untuk mencegah atau mengatasi penyakit tertentu.
Puasa bukan hanya sekedar pantang makan sesuatu. Diet dan puasa itu beda. Diet hanya puasa jamani lahiriah saja, sedangkan puasa adalah untuk "Jiwa dan Raga".
Jadi bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja melainkan juga menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang Allah. Menahan diri dari gempuran dari segala macam godaan maksiat.
Entah ini mencuri waktu pada saat jam kantor ataupun berselingkuh. Dan perlu diketahui juga bahwa puasa bukan untuk menghukum tubuh kita, tapi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan.

* Berpuasa dan berpantang untuk memperoleh kesaktian baik itu tubuh maupun rohani.

Aksi Puasa Pembangunan (APP)
Selain puasa resmi, secara pribadi umat Katolik disarankan untuk berpuasa pada hari-hari yang dipilihnya sendiri sebagai ungkapan tobat dan laku tapa.
Sebab puasa sangat bermanfaat untuk membangun semangat pengendalian diri (memudahkan bertobat dan merasa peka terhadap nilai-nilai rohani)
dan menumbuhkan semangat setia kawan dengan sesama yang berkekurangan serta dan menyisihkan sesuatu untuk memberi (derma).
Amal kasih merupakan bentuk nyata dari pertobatan.
Pertobatan Sejati menemukan bentuk yang berdampak baik kepada sesama jika disertai ungkapan silih atas dosa.
Jika seorang berdosa dan mengakui kesalahan akan semakin sempurna dilengkapi dengan niat baik untuk melakukan amal kasih.
Kisah Zakheus yang mengembalikan apa yang didapatnya secara tidak halal merupakan bentuk ungkapan pertobatan yang bertanggung jawab.
Amal kasih merupakan bentuk nyata pertobatan, ialah perubahan dari sikap yang mengabaikan perintahNya, menjadi sikap berbalik kepadaNya.
Di masa Prapaska, amal kasih diungkapkan dalam dimensi persekutuan, dihayati dan dijalani sebagai tindakan bersama.
Tindakan itu berupa mengumpulkan dana, sebagai bagian dari pantang dan puasa.
Pengumpulan dana tersebut digunakan untuk membantu karya-karya nyata bagi siapapun yang membutuhkan.
Kegiatan itu disebut sebagai Aksi Puasa Pembangunan.

Puasa dalam Alkitab
Mulai dari Musa(Kel 34:28), Elia (1 Raj 19:8) maupun Tuhan Yesus sendiri (Mat 4:2), mereka melakukan puasa selama 40 hari.
Puasa tidak selalu harus 40 hari, lihat jenis macam puasa yang terlampir dibawah ini.

Berpuasa dalam Alkitab pada umumnya berarti tidak makan dan tidak minum selama waktu tertentu, jadi bukannya hanya menjauhkan diri dari beberapa makanan tertentu saja lih. (Est 4:16; Kel. 34:28).
Berikut dibawah ini jenis macam Puasa berdasarkan Alkitab:
1. Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan dan tidak minum (Kel 24:16 dan Kel 34:28)
2. Puasa Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Sam 12:16)
3. Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (1 Raj 19:8)
4. Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Est 4:16)
5. Puasa Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (2:13)
6. Puasa Daniel, 10 hari hanya makan sayur dan minum air putih (Dan 1:12), doa dan puasa (Dan 9:3), berkabung selama 21 hari (Dan 10:2)
7. Puasa Yunus, 3 hari 3 malam dalam perut ikan (Yunus 1:17)
8. Puasa Niniwe, 40 hari 40 malam tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:7)
9. Puasa Senin - Kamis merupakan tradisi orang Farisi (Luk 18:21).

Selamat berpuasa.



sumber:
www.keuskupanpkpinang.org
www.imankatolik.or.id
www.pse-app.blogspot.com

Senin, 07 Maret 2011

PERATURAN PUASA DAN PANTANG

PERATURAN PUASA DAN PANTANG

KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA TAHUN 2011

TEMA: MARI BERBAGI

Masa Prapaskah atau waktu puasa tahun 2011 dimulai hari Rabu Abu tanggal 9 Maret 2011 sampai dengan tanggal 23 April 2011.
Dalam masa prapaskah ini kita di wajibkan:

    * Berpantang dan berpuasa pada Hari Rabu Abu, 9 Maret 2011 dan Hari Jumat Suci, 22 April 2011.
    * Pada hari Jumat lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.

Yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja yang baru adalah semua yang sudah dewasa sampai awal tahun ke enam puluh (KHK k. 1252).
Yang disebut dewasa adalah orang yang sudah genap berumur 18 (delapan belas) tahun (KHK k.97 §1).

    * Puasa artinya: makan kenyang satu kali sehari.
    * Yang diwajibkan berpantang: semua yang sudah berumur 14 tahun keatas (KHK k. 1252)
    * Pantang yang dimaksud disini: tiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri, misalnya: pantang daging, pantang ayam, pantang jajan, atau pantang rokok.

Kita semua diajak untuk memberi perhatian kepada saudara-saudara kita yang kekurangan dengan cara berbagi untuk mereka.
Secara khusus selama masa prapaskah ini kita merefleksikan dan mendalami sikap iman ini.
Maka kita masing-masing diajak untuk mewujudkan keutamaan ini dalam hidup setiap hari sebagai rasa syukur atas kasih Tuhan dan wujud pertobatan.

    * Baiklah jika kita semua saling mendukung dengan memelihara masa tobat ini.
           Maka sangat dianjutkan agar perkawinan-perkawinan sedapat mungkin tidak dilaksanakan dalam masa Prapaskah (juga adven), kecuali ada alasan yang berat.
    * Bila ada perkawinan, dengan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, akan dilangsungkan dalam masa Prapaskah atau Adven, atau pada hari lain yang diliputi suasana tobat, pastor paroki hendaknya memperingat kan para mempelai agar mengindahakan suasana tobat itu, misalnya jangan mengadakan pesta besar (Upacara Perkawinan, Komisi Liturgi 1976, hal 14) untuk mengurangi kemungkinan menimbulkan batu sandungan.

Mari kita mensyukuri belas kasih Tuhan dan berusaha untuk membagikannya kepada sesama kita, terutama mereka yang  membutuhkan.